Sunday, January 30, 2011

Resistant starch (RS)

  
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama bagi manusia . Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian dan umbi-umbian. Umbi-umbian mengandung pati 20-30% (Almatsier, 2004). Pati merupakan sumber karbohidrat, homopolimer glukosa dengan ikatan aglikosidik. Sifat pati berbeda-beda tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri atas 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Semakin kecil kandungan amilosanya atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, dan memiliki sifat yang semakin lekat nasi tersebut (Winarno, 2002).
Resistant starch (RS) adalah pati dan produk-produknya yang lolos dari proses pencernaan di usus halus dan masuk ke usus besar. Proses pembentukannya terjadi dengan berbagai cara yaitu struktur kimia, pemasakan pangan, modifikasi secara kimia dan pengunyahan makanan (Syamsir, 2008). Resistant starch (RS) atau pati tahan cerna didefinisikan sebagai jumlah dari pati dan hasil pencernaan pati yang tidak diserap di dalam usus halus individu yang sehat (Asp, 1992). Sedangkan secara analis, RS didefinisikan sebagai pati yang tahan terhadap dispersi di dalam air mendidih dan hidrolisis amilase pankreas dan pullulanase, tetapi dapat didispersi oleh KOH dan dihidrolisis oleh amiloglukosidase (Englyst dan Cummings, 1987). Klasifikasi pati berdasarkan kecernaanya meliputi:
a. Pati cepat cerna (Rapidly digestible starch=RDS) terdapat pada makanan berpati yang baru saja dimasak.
b. Pati lambat cerna (Slowly digestible starch=SDS) terdapat pada kebanyakan serealia mentah.
c. Pati tahan cerna (Resistant starch=RS) diklasifikasikan:
1. Pati yang secara fisik sulit dicerna (RS-1) terdapat pada serealia yang digiling tidak halus.
2. Granula pati yang resisten (RS-2) terdapat pada kentang mentah dan pisang.
3. Pati teretrogradasi (RS-3) terdapat pada roti tawar, corn flakes,kentang rebus yang didinginkan.
(Englyst, et al., 1992 dalam Marsono, 1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan RS:
1. Proses pengolahan
Proses pengolahan dapat meningkatkan kadar RS pada makanan berpati, antara lain karena adanya pemanasan dan pendinginan berulang, pengeringan dan pembekuan, suhu dan lama pemanasan, kadar air pada bahan berpati (Marsono, 1998). Perbedaan dalam proses pengolahan dapat mengakibatkan perbedaan derajat rekristalisasi pati sehingga menghasilkan perbedaan RS. Jumlah RS kebanyakan produk mentah umumnya sangat rendah, tetapi pengolahan dan penyimpanan dapat mengakibatkan kenaikan jumlah RS (Marsono, 1998).
Pemasakan pada serealia akan menaikkan pati terhidrolisis yang disebabkan oleh gelatinisasi pati sehingga lebih mudah diserang oleh enzim atau lebih mudah dicerna. Tetapi pendinginan dan pembekuan mendorong terbentukknya pati teretrogradasi yang dapat mempengaruhi kecernaan pati. Pendinginan sesudah pemasakan akan mengubah keadaan fisik polisakarida sehingga menurunkan kecernaannya. Dengan kata lain, pemanasan atau perebusan yang dikombinasi oleh proses lain dapat meningkatkan kandungan RS dari suatu bahan (Marsono, 1998).
Pemanasan pati disertai air berlebihan akan mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi, suatu proses yang meliputi hidrasi dan pelarutan granula pati (Wursch, 1989 dalam Marsono, 1998). Tetapi pemanasan kembali serta pendinginan pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat mengubah struktur pati yang mengarah pada terbentuknya kristal baru yang tidak larut berupa pati terretrogradasi (retrograded starch). Gelatinisasi dan retrogradasi yang sering terjadi selama pengolahan bahan berpati dapat mempengaruhi kecernaan pati di dalam usus halus. Sebagai contoh sejumlah pati pada produk olahan berupa roti tawar dan corn flakes ditemukan tak tercerna dengan sempurna dalam usus halus manusia dan hewan yang ditandai dengan adanya pati dalam digesta pada usus besar. Fraksi pati ini disebut pati tahan cerna atau resistant starch (RS) (Englyst dan Cumming, 1987 dalam Marsono, 1998)
Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air yang terjadi pada saat pemanasan dengan air. Gelatinisasi dipengaruhi oleh kandungan air dan jenis pati. Gelatinisasi menambah ketersediaan pati untuk dicerna. Derajat gelatinisasi meningkat selama pemrosesan makanan dan meningkatkan kecernaan pati. Pati yang mengalami gelatinisasi tidak termodinamis equilibrium, sehingga terjadi reasosiasi molekul-molekul pati secara progresif seiring berjalannya waktu.
Rekristalisasi yang juga dikenal sebagai retrogradasi dapat mengurangi kecernaan pati. Amilosa akan mengalami reasosiasi yang lebih cepat daripada amilopektin. Proses pemanasan juga mengubah kandungan hidrasi. Contohnya perebusan akan menambah kapasitas pengikatan air pada pati. Efek pengolahan pada serat pangan meliputi solubilitas dan depolimerisasi yang dapat mempengaruhi efek fisiologis pati pada saluran cerna
Panas yang digunakan dalam proses pengeringan menyebabkan air dalam bahan menguap dan terjadi penggabungan molekul-molekul amilosa sehingga strukturnya menjadi lebih kompak dan sulit dicerna oleh enzim. Penguapan air selama pengeringan juga menyebabkan air yang tersedia dalam bahan tidak cukup untuk proses gelatinisasi sehingga menghambat pengelembungan grenula pati. Pembentukan RS pada pengeringan disebabkan karena degradasi termal dan tidak tersedianya cukup air untuk proses gelatinisasi pati
2. Jenis pati
Granula pati yang kaya akan amilosa mempunyai kemampuan untuk mengkristal yang lebih besar yang disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan hidrogen, akibatnya tidak dapat mengembang atau mengalami gelatinisasi secara tidak baik pada waktu pemasakan sehingga tercerna lebih lambat (Marsono, 1998).
3. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi rasio antara permukaan dan volume yang berarti akan semakin membesar kemungkinan kontak dan menaikkan serangan enzim sehingga menghasilkan kecernaan yang lebih besar.
4. Pengaruh adanya senyawa lain
Di dalam jaringan tumbuh-tumbuhan biasanya granula pati diselubungi oleh bahan-bahan yang lain, misalnya serat pangan, lipida, dan protein. Bahan-bahan ini dapat menghambat penetrasi amilase ke dalam granula pati. Adanya gula (sukrosa, glukosa, ribosa dan manosa) dalam gel pati gandum akan menurunkan RS, yang disebabkan kenaikan mobilitas larutan (Marsono, 1998). Serat pangan dapat mempengaruhi kecernaan pati hanya jika serat tersebut menyebabkan penghalangan secara fisik terhadap kontak amilosa dengan pati (Snow O Dea, 1981 dalam Marsono, 1998). Studi kecernaan in vitro terhadap kompleks amilosa-lipid dan pati murni menunjukkan bahwa adanya lipid dapat menurunkan kecernaan pembatasan kontak antara pati dengan enzim (Marsono, 1998).


Aspek gizi dari Resistant Starch menurut Marsono (1998) adalah pengurangan yang besar pada respon glukosa, penurunan kolesterol dan triasigliserol (TAG), mengikat asam empedu, mengurangi kanker kolon, menaikkan volume caecum dan menurunkan pH, bersifat laksatif, menurunkan pH kolon, menaikkan SCFA (asam lemak rantai pendek). Pati memiliki sifat pengikatan seperti serat pangan sehingga pengaruhnya pada penyerapan gizi juga serupa dengan serat pangan. Pada suatu percobaan in vitro membuktikan bahwa pati memiliki kemampuan untuk mengikat asam empedu yang mengakibatkan penurunan plasma kolesterol karena semakin banyaknya empedu yang diikat dan dibuang bersama feses berarti semakin sedikit empedu yang diresirkulasikan ke liver. Dengan demikian diperlukan sintesis empedu yang lebih bayak. Karena bahan dasar empedu adalah kolesterol maka sintesis empedu yang besar tadi akan mengakibatkan pengurangan jumlah kolesterol yang besar pula sehingga akan menurunkan level kolesterol plasma (Marsono, Y., 1999).
Menurut Marsono (1998), pengaruh diet yang tinggi kandungan karbohidrat kompleksnya, termasuk disini resistant starch (RS), akan menunda pengosongan lambung, memperpanjang waktu transit di usus halus, memperlambat hidrolisis pati dan menunda absorbsi sukrosa.
Ada tiga cara analisis RS, yaitu:
  1. In vitro (secara kimiawi), cara analisa RS dengan membuat model saluran pencernaan seperti yang ada dalam tubuh manusia, dan dilakukan simulasi pencernaan pati dengan menggunakan enzim-enzim yang ada di dalam tubuh manusia.
  2. In vivo, dengan menggunakan hewan coba, seperti tikus. Kelebihan cara ini adalah murah bila dibandingkan dengan cara in vitro.
  3. Gabungan, gabungan antara in vitro dan in vivo
Metode in vitro dianggap mahal, maka jarang digunakan dalam penelitian, metode in vivo sering digunakan karena cukup mudah dan murah .

No comments: