Saturday, January 29, 2011

HFCS

 

HFCS (High Fructose Corn Syrup) merupakan sirup jagung yang telah mengalami proses enzimatis yang bertujuan untuk menghasilkan kandungan fruktosa dengan presentase tinggi sesuai dengan tingkat kemanisan yang dikehendaki. Banyaknya fruktosa menunjukkan tingkat kemanisan HFCS yang dihasilkan, semakin tinggi kadar fruktosanya, semakin manis HFCS yang dihasilkan

Beberapa produk HFCS antara lain HFCS 90 (90 % fruktosa dan 10 % glukosa) dan HFCS 55 serta HFCS 42. HFCS 42 biasanya dicampur dengan HFCS 90 untuk membuat HFCS 55. Tingkat kemanisan HFCS 55 ekuivalen dengan sukrosa dan biasanya digunakan untuk pembuatan softdrink, sedangkan HFSC memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah dan biasa digunakan untuk perisa buah, minuman non-karbonisasi dan produk lain dengan karakteristik khusus, seperti produk-produk yang mengalami fermentasi dan memiliki titik beku rendah.

HFCS yang diolah dari jagung manis dengan kualitas tinggi . Kelebihan HFCS dibandingkan dengan sukrosa, yaitu lebih murah ,bahan baku (jagung) melimpah, lebih mudah dicampur karena berbentuk cairan, lebih unggul karena masa simpan lebih lama

Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat dilakukan dengan tersediaanya substrat pati jagung bagi kegiatan enzimatis untuk mengkonversi glukosa menjadi fruktosa. Secara garis besar, dalam pembuatan HFCS terdiri dari 3 tahap, tahapan yang pertama yaitu

1. perubahan dari pati menjadi oligosakarida (likuifikasi) oleh enzim amylase

2. perubahan dari oligosakarida menjadi glukosa (sacharifikasi) oleh enzim glukoamylase

3. perubahan dari glukosa menjadi fruktosa (isomerisasi) Oleh enzim glukosa isomerase

Berikut skema produksi HFCS:

image

1. Likuifikasi

Tujuan likuifikasi adalah mengubah suspensi pekat granula pati menjadi larutan dextrin yang larut pada viskositas rendah untuk memudahkan penanganan dalam alat-alat pemindah serta memudahkan pengubahan menjadi glukosa dengan enzim glukoamilase. Enzim yang digunakan dalam proses likuifikasi adalah amilase karena mampu menghidrolisis pati menjadi suatu produk yang larut dalam air serta mempunyai berat molekul rendah yaitu glukosa.

Slury pati jagung (30 – 40%) dimasukkan ke dalam pompa, digelatinisasi dan diatur pHnya hingga 5,3-6,5 dan suhunya 105-1100C ditambahkan termamyl (bakteri thermophilic α-amylosa) 0,3-0,6 kg termamyl/ton pati serta cofactor Ca2+ (CaCl2). Ca2+ (CaCl2) berfungsi untuk meningkatkan toleransi enzim amilase terhadap panas. Penambahan enzim dilakukan selama 60 menit sehingga proses likuifikasi berlangsung lengkap. Setelah pemanasan, suspensi pati didinginkan pada suhu kurang dari 900C dan dipertahankan selama 1-3 jam untuk waktu hidrolisis. Hasil Likuifikasi adalah seluruh pati dirubah sehingga nilai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 – 20, dan viskositas menurun (semakin cair). Produk dari proses likuifikasi adalah campuran dari beberapa oligosakarida yang mengandung sedikit mono, di-, dan trisakarida .

2. Sacharifikasi

Tujuan dari proses ini adalah untuk mengubah oligosakarida yang telah dihasilkan menjadi D-glukosa sebanyak mungkin dengan menggunakan enzim glukoamilase . Pada proses ini, slurry pati hasil likuifikasi didinginkan hingga 600C untuk mencapai suhu optimal proses sacharifikasi, dan ditambahkan asam hidroklorat hingga mencapai Ph optimum bagi aktivitas enzim glukoamilase, yaitu 4,0-4,5 .Semakin banyak enzim yang digunakan, semakin cepat hidrolisa oligosakarida berlangsung. Akan tetapi, enzim yang berlebihan akan menyebabkan reaksi pembalikkan menghasilkan maltose dan maltotriosa. Proses sakarifikasi berlangsung selama 48 – 72 jam. Produk akhir berupa glukosa dengan nilai DE mencapai 95 – 98.

3. Refining sirup dekstrosa

Slurry pati hasil sakarifikasi dimurnikan slurry pati dan dihilangkan serat-serat jagung serta residu protein atau mineral yang tidak dibutuhkan lagi.Proses refining dimulai dengan proses filtrasi. Filtrasi dilakukan secara vakum yang mampu menjaring protein, serat atau padatan lain. Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam kolom karbon aktif dan ion exchange dalam bentuk seri untuk lebih memurnikan sirup.

Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan dalam tangki-tangki “ion exchange” dan kemudian disaring lagi untuk memisahkan karbon yang terikut dalam sirup. Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat mineral dalam sirup dan residu protein atau zat-zat warna yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif. Tahap berikutnya adalah pengentalan kembali dengan menggunakan evaporator.

4. Isomerisasi

Pada tahap isomerasi, D-glukosa yang dihasilkan dari proses sebelumnya diubah menjadi D-fruktosa dengan enzim glucose isomerase yang berlangsung pada suhu 600C dan pH 7-8. Suhu yang berlebihan akan menyebabkan glukosa dan fruktosa yang dihasilkan terdekomposisi menjadi asam organic yang dapat menimbulkan warna yang tidak diinginkan pada produk ini. Banyaknya fruktosa yang dihasilkan akan menunjukkan tingkat kemanisan HFCS yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar fruktosanya, semakin manis HFCS yang dihasilkan.

. Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau sebaliknya, fruktosa dapat dirubah menjadi glukosa dengan bantuan enzim yang sama yaitu glukosaisomerase. Enzim tersebut “reversible” artinya dapat mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk akhir selalu merupakan campuran dari glukosa maupun fruktosa. Komposisi campuran dari kedua jenis gula tersebut dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi, suhu dan keasaman dimana proses isomerasi berlangsung.

Sirup kental dengan kadar padatan 45 % dimasukkan ke dalam isomerasi selama 15 menit untuk mengatur pH 8.0 dan penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup dipompakan ke dalam kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu (600C) diatur secara cermat, dilakukan aerasi dalam kolom sehingga mencapai kevakuman 254 mm Hg dan enzim gluko isomerasenya disiapkan. Adanya oksigen terlarut dapat memblokir reaksi isomerasi. High Fructose yang diproduksi mengandung fruktosa 42%, 50 % glukosa dan 8 % oligomerasi (gula lain).

5. Refining HFS

Tahap terakhir adalah pemekatan dalam multiple effect evaporator, sehingga diperoleh sirup fruktosa dengan kadar bahan kering 71 % dan gula (campuran) :92-95%. Sirup ini disebut HFCS 42.

“High Fructose Syrup” yang diperoleh ditampung dalam tangki penampung dan kemudian dialirkan ke dalam filter, karbon aktif dan “ion-exchange” kolom seperti yang digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa. Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi selama proses isomerasi dan “ion-exchange” mengambil garam anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi sehingga kadar abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin.

Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada suhu di bawah diskolom HFS untuk meningkatkan kekentalan sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71 %, disaring lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki penyimpanan.

ENZIM AMILASE

Enzim amilase dapat diproduksi oleh berbagai jenis mikroorganisma terutama dari genus Bacillus, Psedomonas dan Clostridium. Bakteri potensial yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk memproduksi enzim amilase pada skala industri antara lain Bacillus licheniformis dan B.stearothermophillus. Bahkan penggunaan B.stearothermophillus lebih disukai karena mampu menghasilkan enzim yang bersifat termostabil sehingga dapat menekan biaya produksi.

Amylase terbagi menjadi tiga grup yaitu α-amylase yang memutus ikatan pada bagian dalam substrat (endoamylase), β amylase yang menghidrolisis dari ujung gugus non reduktif dari substrat (eksoamylase), dan glukoamylase yang memutus gugus non reduksi terakhir pada molekul substrat.

α-amylase

Enzim α-amylase terdapat dalam tanaman, jaringan mamalia, dan mikroorganisme. Enzim ini memutus komponen pati secara random pada bagian tengah, dengan memproduksi gula reduksi.

Kecepatan reaksi dengan α-amylase pada berbagai variasi polisakarida menunjukkan bahwa amilosa terhidrolisis paling cepat dibandingkan dengan polysakarida yang lain. Aktivitas α-amylase pada fraksi amilosa dari pati berlangsung dalam dua tahap. Awalnya, terjadi degradasi secara cepat dari amilosa menjadi maltose dan maltotriosa. Pada tahap ini terjadi pemutusan substrat secara acak oleh enzim tersebut. Tipe pemutusan cepat dan kehilangan viskositas serta dapat terikat iodine karena dihasilkan amilosa. Tahap kedua lebih lambat dibandingkan yang pertama, meliputi hidrolisis lambat dari oligosakarida, dengan bentuk glukosa dan maltose pada produk akhir. Pada tahap kedua ini tidak mengikuti pola pemutusan acak pertama. Enzim yang berbeda akan menghasilkan dextrin yang berbeda pula.

Stabilitas enzim α-amylase sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu. Efek dari pH terhadap stabilitas dan aktivitas amylase penting dalam banyak praktek. Aktivitas maksimum dari amylase pada kondisi asam antara pH 4.5-7.0, tetapi bentuk aktivitas optimumnya berbeda tergantung sumber (asal) enzim. enzim α-amylase dari bakteri dapat stabil pada suhu tinggi dan dapat lebih baik untuk diaplikasikan. Dalam produksi minuman seprti HFCS juga lebih baik menggunakan enzim α-amylase bakteri karena stabil pada kondisi panas.

β-amylase

β-amylase menghidrolisis ikatan 1,4 glikosidik di pati dan glikogen dengan perubahan konfigurasi posisi atom c 1 dari α ke β. Perubahan konfigurasi ini sebagai alasan enzim ini dinamai β-amylase tetapi tidak menunjukkan bahwa enzim ini dapat mengenali ikatan β-glikosidak. Enzim β-amylase tidak mampu memutus ikatan α-1,6 glikosidik pada amylopektin dan tidak dapat mendekati ikatan itu. Amilopektin dapat diputus-putus rantai cabangnya dan menghasilkan 50-0% maltose. Sisa dari pemutusannya disebut limit dextrin.

Pemutusan ikatan glikosidik pada 1,4 glikan dimulai dari ujung gugus non-reduksi. Enzim menghidrolisis ikatan glikosidik secara berselang-seling, maka produk reaksi ini adalah

-maltose saat enzim bekerja pada molekul rantai lurus dengan nomor genap dari residu glukosa;

-saat enzim bekerja pada rantai yang terdiri dari nomor ganjil residu,

-beberapa glukosa dan maltotriosa juga ditemukan pada produk akhir.

pH optimum β-amylase adalah antara pH 5 dan pH 6, dan sangat stabil antara pH 4 dan pH 8-9 pada 20 C selama sedikitnya 24 jam. Diluar kisaran pH ini, dan terutama saat kondisi asam, β-amylase dari kedelai lebih stabil daripada ezim yang sama yang berasal dari gandum dan barley malt.Kestabilan terhadap panas β-amylase tergantung dari sumbernya.

No comments: