Lipida merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik seperti eter, benzena, dan kloroform. Lemak atau minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Winarno, 2002).
Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Trigliserida merupakan hasil kondensasi 1 molekul gliserol dengan 3 molekul asam lemak yang berbeda membentuk 1 molekul trigliserida dan 3 molekul air. (Fennema, 1985).
Lemak adalah campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak adalah campuran trigliserida yang berbentuk cair pada suhu kamar. Hal ini disebabkan lemak tersusun oleh asam lemak jenuh yang tinggi dimana tidak mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun tinggi. Sedangkan minyak tersusun oleh asam lemak tidak jenuh yang tinggi dimana mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun rendah (Winarno, 2002).
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, panambah rasa gurih, penambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Kerusakan minyak selama penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan pangan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dalam minyak (Ketaren, 1986). Pada proses penggorengan dengan suhu tinggi , lemak terpapar oksigen secara langsung sehingga asam lemak jenuh akan mengadakan reaksi kimia yaitu :
Dengan adanya proses penggorengan dengan suhu tinggi dengan adanya oksigen, asam lemak jenuh akan menyebabkan perubahan, meliputi :
1. Perubahan Kimia:
- Autooksidasi :Oksidasi lemak dan minyak pada suhu kurang dari 100C.
- Polimerisasi thermal: Polimerisasi yang terjadi pada suhu 250C tanpa oksigen.
- Oksidasi: Oksidasi atau pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen. (Ketaren, 1986)
2. Perubahan Fisika
- Peningkatan viskositas, intensitas warna, busa
- Penurunan titik asap
Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan tergantung dari:
1. Lamanya pemanasan
2. Suhu pemanasan
3. Adanya akselerator
4. Komposisi campuran asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida.
5. Kadar air
6. Komposisi gizi dari bahan
Polimerisasi merupakan proses dominan dan viskositas minyak akan bertambah besar selama pemanasan minyak tersebut. Derajat ketidakjenuhan minyak yang ditunjukkan oleh bilangan iod. Hal ini berarti terjadi pada penjenuhan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh mula-mula. Hidrostatis lemak dapat juga terjadi dalam proses penggorengan dan dihasilkan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Penentuan kualitas minyak atau penentuan tingkat kemurnian minyak dapat diukur dengan angka asam lemak bebas, angka peroksida (tingkat ketengikan) dan kadar air. Sementara untuk penentuan sifat fisik dan kimiawi khas dari minyak dapat dianalisis dengan mengukur angka iodin (tingkat ketidakjenuhan), angka penyabunan, titik cair, titik asap, angka Krischer, angka Polenske dan angka Reichert-Meissl (Sudarmadji, 2007)
.
Angka Peroksida
Angka peroksida adalah mili ekuivalen peroksida yang dihasilkan setiap 100 gram sampel. Angka peroksida merupakan angka terpenting untuk menentukan derajat kerusakan lemak atau minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 1986). Angka peroksida adalah gambaran tingkat ketengikan yang disebabkan oleh proses oksidasi. Komponen minyak yang tidak jenuh bereaksi dengan udara bebas menghasilkan senyawa peroksida yang dapat mengisomerisasi dengan air membentuk senyawa-senyawa kompleks termasuk aldehid, keton, asam-asam dengan BM rendah (Murdjiati, G., dkk., 1987).
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.Prinsip penentuan angka peroksida adalah senyawa yang terdapat dalam minyak akan mengoksidasi KI sehingga terbentuk I2 bebas yang diikat oleh larutan Na-thiosulfat sehingga jumlah thiosulfat equivalen dengan jumlah I2 bebas yang berarti equivalen dengan jumlah senyawa peroksida dalam minyak tersebut (metode iodometri) (Murdjiati, G., dkk., 1987). Reaksi yang terjadi adalah :
RCOO- + KI ----> RCO- + H2O + I2 + K+
I2 + Na2S2O3 -------> NaI + Na2S2O3
(Ketaren, 1986)
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi oksidasi-reduksi yaitu dengan titrasi iodin dan iod bebas dititrasi dengan Natrium Thiosulfat dengan indikator amilum. Rumus angka peroksida :
(Sudarmadji, 2007)
%FFA
Angka asam dinyatakan sebagi jumlah miligran KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat pada satu gram minyak atau lemak .Angka asam yang nesar menunjukkan asam lemak bebas yang bebbas yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kulitasnya.
%FFA= ml NaOH X N NaOHX BM asam lemak
Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak. Trigliserida merupakan hasil kondensasi 1 molekul gliserol dengan 3 molekul asam lemak yang berbeda membentuk 1 molekul trigliserida dan 3 molekul air. (Fennema, 1985).
Lemak adalah campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan minyak adalah campuran trigliserida yang berbentuk cair pada suhu kamar. Hal ini disebabkan lemak tersusun oleh asam lemak jenuh yang tinggi dimana tidak mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun tinggi. Sedangkan minyak tersusun oleh asam lemak tidak jenuh yang tinggi dimana mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun rendah (Winarno, 2002).
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, panambah rasa gurih, penambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Kerusakan minyak selama penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan pangan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dalam minyak (Ketaren, 1986). Pada proses penggorengan dengan suhu tinggi , lemak terpapar oksigen secara langsung sehingga asam lemak jenuh akan mengadakan reaksi kimia yaitu :
Dengan adanya proses penggorengan dengan suhu tinggi dengan adanya oksigen, asam lemak jenuh akan menyebabkan perubahan, meliputi :
1. Perubahan Kimia:
- Autooksidasi :Oksidasi lemak dan minyak pada suhu kurang dari 100C.
- Polimerisasi thermal: Polimerisasi yang terjadi pada suhu 250C tanpa oksigen.
- Oksidasi: Oksidasi atau pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen. (Ketaren, 1986)
2. Perubahan Fisika
- Peningkatan viskositas, intensitas warna, busa
- Penurunan titik asap
Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan tergantung dari:
1. Lamanya pemanasan
2. Suhu pemanasan
3. Adanya akselerator
4. Komposisi campuran asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida.
5. Kadar air
6. Komposisi gizi dari bahan
Polimerisasi merupakan proses dominan dan viskositas minyak akan bertambah besar selama pemanasan minyak tersebut. Derajat ketidakjenuhan minyak yang ditunjukkan oleh bilangan iod. Hal ini berarti terjadi pada penjenuhan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh mula-mula. Hidrostatis lemak dapat juga terjadi dalam proses penggorengan dan dihasilkan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Penentuan kualitas minyak atau penentuan tingkat kemurnian minyak dapat diukur dengan angka asam lemak bebas, angka peroksida (tingkat ketengikan) dan kadar air. Sementara untuk penentuan sifat fisik dan kimiawi khas dari minyak dapat dianalisis dengan mengukur angka iodin (tingkat ketidakjenuhan), angka penyabunan, titik cair, titik asap, angka Krischer, angka Polenske dan angka Reichert-Meissl (Sudarmadji, 2007)
.
Angka Peroksida
Angka peroksida adalah mili ekuivalen peroksida yang dihasilkan setiap 100 gram sampel. Angka peroksida merupakan angka terpenting untuk menentukan derajat kerusakan lemak atau minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 1986). Angka peroksida adalah gambaran tingkat ketengikan yang disebabkan oleh proses oksidasi. Komponen minyak yang tidak jenuh bereaksi dengan udara bebas menghasilkan senyawa peroksida yang dapat mengisomerisasi dengan air membentuk senyawa-senyawa kompleks termasuk aldehid, keton, asam-asam dengan BM rendah (Murdjiati, G., dkk., 1987).
Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida.Prinsip penentuan angka peroksida adalah senyawa yang terdapat dalam minyak akan mengoksidasi KI sehingga terbentuk I2 bebas yang diikat oleh larutan Na-thiosulfat sehingga jumlah thiosulfat equivalen dengan jumlah I2 bebas yang berarti equivalen dengan jumlah senyawa peroksida dalam minyak tersebut (metode iodometri) (Murdjiati, G., dkk., 1987). Reaksi yang terjadi adalah :
RCOO- + KI ----> RCO- + H2O + I2 + K+
I2 + Na2S2O3 -------> NaI + Na2S2O3
(Ketaren, 1986)
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi oksidasi-reduksi yaitu dengan titrasi iodin dan iod bebas dititrasi dengan Natrium Thiosulfat dengan indikator amilum. Rumus angka peroksida :
(Sudarmadji, 2007)
%FFA
Angka asam dinyatakan sebagi jumlah miligran KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat pada satu gram minyak atau lemak .Angka asam yang nesar menunjukkan asam lemak bebas yang bebbas yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kulitasnya.
%FFA= ml NaOH X N NaOHX BM asam lemak
----------------------------------------
Berat sampel x 10
(Sudarmadji,2007)
Indeks Refraksi
Indeks bias minyak atau lemak merupakan perbandingan sinus sudut sinar jatuh dan sudut pantul cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan karena adanya interaksi antara gaya elektrostatika dan elektromagnet atom-atom dalam molekul minyak. Alat yang digunakan untuk menentukan indeks refraksi adalah refraktometer (Sudarmadji, 2007).
Viskositas
Viskositas adalah internal friksi sebuah cairan atau resistensi atau ketidakmauan mengalir suatu cairan. Viskositas berguna untuk mengetahui mutu suatu produk dan juga untuk sarana pengendalian mutu dan untuk mengetahui adanya polimerisasi. Minyak yang dipanaskan viskositasnya akan meningkat. Perubahan viskositas minyak disebabkan reaksi polimerisasi dan siklikasi. Penentuan viskositas minyak adalah dengan mengukur kecepatan putaran rotor menggunakan Viskotester (Sudarmadji, 2007).
Profil Gas Chromatography
Dalam profil GC, senyawa-senyawa yang akan dipisahkan ditempatkan pada situasi dinamik (bergerak) yaitu dengan melakukan pengaliran dan selama itu akan terjadi peristiwa pelarutan, absorpsi atau penguapan (Sudarmadji, 2007). Dalam percobaan ini proses yang ditempuh adalah penguapan. Dengan gas kromatografi, akan dapat ditentukan rasio asam lemak dalam suatu sampel minyak. Setelah penyimpanan atau pemanasan, profil asam lemak suatu minyak akan berubah baik jenis atau konsentrasinya. Komposisi asam-asam lemak suatu lemak atau minyak dapat dilakukan dengan alat Gas Chromatograph (GC). Sebelum sampel minyak disuntikkan ke GC, perlu dilakukan metilasi yaitu menjadikan asam-asam lemak dalam bentuk metil ester. Metode yang umum digunakan adalah metode MetCalfe & Schmitz, 1961. Metode ini menggunakan Boron trifluorida (BF3), kemudian dipanaskan dengan system reflux. Setelah didinginkan kemudian disaring.
Kromatografi gas (gas chromatography) merupakan salah satu teknik kromatografi yang paling banyak digunakan dibanding dengan teknik kromatografi yang lain. Bahkan kini dipakai juga untuk preparatif yang langsung dapat dikaitkan dengan alat lain misalnya spektrometri masa untuk menentukan struktur senyawa yang telah dipisahkan. Kromatografi gas (GC) pemisahannya berdasarkan atas dasar partisi sehingga pada GC, penyangga padatnya dilapisi cairan yang bertindak sebagai fasa stasioner (fase cairan). Pemilihan fase cairan biasanya didasarkan atas pedoman Like Dissolves Like (Budiharto, 1990).
Penggunaan GC tidak hanya untuk analisis senyawa-senyawa yang relatif mudah menguap seperti senyawa-senyawa hidrokarbon yang sederhana, tetapi juga senyawa-senyawa yang lebih kompleks seperti asam-asam amino, asam lemak, berbagai sterol, dan pestisida. GC sering digunakan untuk menentukan komposisi asam lemak dalam suatu sampel lemak atau minyak secara tepat. Penggunaan untuk analisis tidak saja karena makin banyaknya fase stasioner tapi juga karena adanya kemungkinan untuk mengadakan modifikasi senyawa yang titik didihnya sangat tinggi, menjadi derivat yang titik didihnya jauh lebih rendah (Budiharto, 1990).
Kadar masing-masing asam lemak dapat ditentukan dengan rumus :
% asam lemak = Luas area sampel X 100%
Indeks Refraksi
Indeks bias minyak atau lemak merupakan perbandingan sinus sudut sinar jatuh dan sudut pantul cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan karena adanya interaksi antara gaya elektrostatika dan elektromagnet atom-atom dalam molekul minyak. Alat yang digunakan untuk menentukan indeks refraksi adalah refraktometer (Sudarmadji, 2007).
Viskositas
Viskositas adalah internal friksi sebuah cairan atau resistensi atau ketidakmauan mengalir suatu cairan. Viskositas berguna untuk mengetahui mutu suatu produk dan juga untuk sarana pengendalian mutu dan untuk mengetahui adanya polimerisasi. Minyak yang dipanaskan viskositasnya akan meningkat. Perubahan viskositas minyak disebabkan reaksi polimerisasi dan siklikasi. Penentuan viskositas minyak adalah dengan mengukur kecepatan putaran rotor menggunakan Viskotester (Sudarmadji, 2007).
Profil Gas Chromatography
Dalam profil GC, senyawa-senyawa yang akan dipisahkan ditempatkan pada situasi dinamik (bergerak) yaitu dengan melakukan pengaliran dan selama itu akan terjadi peristiwa pelarutan, absorpsi atau penguapan (Sudarmadji, 2007). Dalam percobaan ini proses yang ditempuh adalah penguapan. Dengan gas kromatografi, akan dapat ditentukan rasio asam lemak dalam suatu sampel minyak. Setelah penyimpanan atau pemanasan, profil asam lemak suatu minyak akan berubah baik jenis atau konsentrasinya. Komposisi asam-asam lemak suatu lemak atau minyak dapat dilakukan dengan alat Gas Chromatograph (GC). Sebelum sampel minyak disuntikkan ke GC, perlu dilakukan metilasi yaitu menjadikan asam-asam lemak dalam bentuk metil ester. Metode yang umum digunakan adalah metode MetCalfe & Schmitz, 1961. Metode ini menggunakan Boron trifluorida (BF3), kemudian dipanaskan dengan system reflux. Setelah didinginkan kemudian disaring.
Kromatografi gas (gas chromatography) merupakan salah satu teknik kromatografi yang paling banyak digunakan dibanding dengan teknik kromatografi yang lain. Bahkan kini dipakai juga untuk preparatif yang langsung dapat dikaitkan dengan alat lain misalnya spektrometri masa untuk menentukan struktur senyawa yang telah dipisahkan. Kromatografi gas (GC) pemisahannya berdasarkan atas dasar partisi sehingga pada GC, penyangga padatnya dilapisi cairan yang bertindak sebagai fasa stasioner (fase cairan). Pemilihan fase cairan biasanya didasarkan atas pedoman Like Dissolves Like (Budiharto, 1990).
Penggunaan GC tidak hanya untuk analisis senyawa-senyawa yang relatif mudah menguap seperti senyawa-senyawa hidrokarbon yang sederhana, tetapi juga senyawa-senyawa yang lebih kompleks seperti asam-asam amino, asam lemak, berbagai sterol, dan pestisida. GC sering digunakan untuk menentukan komposisi asam lemak dalam suatu sampel lemak atau minyak secara tepat. Penggunaan untuk analisis tidak saja karena makin banyaknya fase stasioner tapi juga karena adanya kemungkinan untuk mengadakan modifikasi senyawa yang titik didihnya sangat tinggi, menjadi derivat yang titik didihnya jauh lebih rendah (Budiharto, 1990).
Kadar masing-masing asam lemak dapat ditentukan dengan rumus :
% asam lemak = Luas area sampel X 100%
----------------------------
(Luas area total-luas area solven)
daftar pustaka
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI press:JakartaM
(Luas area total-luas area solven)
daftar pustaka
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI press:JakartaM
urdijati Gardjito, dkk., 1987. Teknologi Pengolahan Minyak. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Murdijati Gardjito, dkk., 1987. Teknologi Pengolahan Minyak. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Sudarmadji S., Bambang Haryono, Suhardi, 2007 Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Murdijati Gardjito, dkk., 1987. Teknologi Pengolahan Minyak. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Sudarmadji S., Bambang Haryono, Suhardi, 2007 Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment