Sunday, December 5, 2010

VITAMIN C

Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang esensial untuk pertumbuhan dan fungsi biologis lain dalam tubuh makhluk hidup. Berhubung vitamin tidak disintesa dalam tubuh kecuali vitamin K, maka vitamin harus ada dalam makanan yang dikonsumsi. Bila tidak ada dalam makanan maka tubuh dapat kekurangan vitamin yang mengakibatkan berbagai keadaan antara lain organ tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan bila kekurangan berlangsung lama dapat menyebabkan penyakit. Vitamin tidak memberikan kalori dan tidak ikut dalam menyusun jaringan tubuh tetapi memberi fungsi yang spesifik dalam tubuh. (Sudarmadji, 1996)
 

Vitamin dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Vitamin yang larut dalam air meliputi vitamin B1, vitamin B2, asam nikotinat, asam pentotenat, vitamin B6, biotin, asam folat, vitamin B12 dan asam askorbat (vitamin C). Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K yang merupakan senyawa berminyak dan tidak larut dalam air (Lehninger, 1995)
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin dengan berat molekul 178 dan rumus molekul C6O8H8 .Asam L-askorbat (C6H8O6) adalah nama trivial vitamin C. Nama kimianya adalah 2-oxo-L-threo-hexono-1,4-lakton-2,3-enodiol. Asam L-askorbat dan asam dehidroaskorbat adalah bentuk utama yang mempunyai aktivitas vitamin C. Asam askorbat dalam bentuk kristal tak berwarna, titik cair 190-192 °C, bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah.

Sifat Vitamin C
- Vitamin C sukar larut dalam chloroform, eter, dan benzene.
- Dengan logam membentuk garam.
- Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enolgroup pada atom C nomor
- pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi(bersifat stabil terhadap asam, tidak stabil terhadap basa)
- Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih bila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, temperatur yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti diatas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam dehidroaskorbat (Sudarmadji, 2003).
-Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 2002).
Pada makanan, pH mempengaruhi stabilitas asam askorbat dengan stabilitas maksimal pada pH antara 4 dan 6. Pemanasan menyebabkan kehilangan asam askorbat tergantung pada derajat pemanasan, luas permukaan yang kontak dengan air, oksigen, pH, dan adanya logam transisi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanasan dapat menurunkan kandungan vitamin C pada suatu bahan.
Gambar 1. Struktur vitamin C

Vitamin C disebut pula asam askorbat karena tanpa adanya vitamin C dalam tubuh akan menimbulkan skorbut, yaitu perubahan patologis pada gigi dan gusi. Vitamin ini memiliki berat molekul 176 dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk kristal tidak berwarna, dengan titik cair pada suhu 190-192 0C. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enol-group pada atom C nomor tiga. Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pada keadaan dengan pH tinggi. Vitamin C cukup stabil pada pH 4-6 dan  dapat disintesa dari D-glukosa. Manusia tidak dapat mensintesa vitamin C dari galaktosa maupun glukosa, karena tubuh manusia tidak memiliki enzim L-gulono oksidase yang terdapat dalam mikrosom. (deMan, 1989).

PERANAN VITAMIN C
Peranan utama vitamin C adalah pembentukan kolagen interseluler. Yang mana kolagen merupakan senyawa protein yang banyak terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan visculair endhothelium. ( Winarno, 2002). Vitamin C tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia, oleh karena itu harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Namun karena sifatnya yang larut dalam air, vitamin C mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang karena tercuci atau terlarut oleh air sehingga keluar dari bahan pangan (Anonim3, 2008). Mengingat pentingnya peranan vitamin dalam tubuh, diperlukan pengetahuan tentang cara pengolahan yang tepat agar kehilangan vitamin C seminimal mungkin.
 

Vitamin C juga berperan membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya. Vitamin C juga bekerja sebagai antioksidan. Asam L-askorbat dan ester asam lemaknya mempunyai gugus yang mudah tereduksi pada struktur molekulnya, yaitu gugus OH atau gugus fenolnya sehingga mudah terjadi pelepasan atom H yang menyebabkan asam L-askorbat dan ester asam lemaknya teroksidasi lebih dahulu daripada senyawa yang lain. Hal ini menunjukkan asam L-askorbat dan ester asam lemaknya memiliki sifat antioksidan dan agen pereduksi. Perusahaan kadang–kadang menambahkan vitamin C pada produk makanannya untuk menjaga kandungan bahan tertentu. Vitamin C juga penting untuk membentuk kolagen, serat, struktur protein. Kolagen dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi dan juga untuk membentuk jaringan bekas luka. Vitamin C juga meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi.  ( Winarno, 2002)

Semua bentuk komersial asam askorbat larut dalam air, kecuali askorbil palmitat yang larut dalam lemak. Asam L-askorbat dan ester asam lemaknya digunakan memiliki beberapa fungsi antara lain,
•    Sebagai bahan tambahan makanan
Asam L-askorbat dan ester asam lemaknya sering digunakan sebagai perisa (flavouring) dalam makanan yang ingin memunculkan rasa jeruk.
•    Sebagai antioksidan dan agen pereduksi
Asam L-askorbat dan ester asam lemaknya mempunyai gugus yang mudah tereduksi pada struktur molekulnya, yaitu gugus OH atau gugus fenolnya sehingga mudah terjadi pelepasan atom H yang menyebabkan asam L-askorbat dan ester asam lemaknya teroksidasi lebih dahulu daripada senyawa yang lain. Hal ini menunjukkan asam L-askorbat dan ester asam lemaknya memiliki sifat antioksidan dan agen pereduksi.
•    Browning inhibitor dan stabilizer flavor dan warna
Asam L-askorbat dan ester asam lemaknya memiliki sifat sebagai antioksidan sehingga oksidasi dapat terhambat, hal ini menyebabkan pencoklatan enzimatis dapat dicegah karena asam L-askorbat dan ester asam lemaknya yang ditambahkan pada suatu bahan akan teroksidasi lebih dahulu, oksidasi ini terjadi karena aktivitas enzim fenolase yang berperan dalam pencoklatan enzimatis. Hal ini menunjukkan asam L-askorbat dan ester asam lemaknya dapat mencegah terjadinya perubahan flavor dan warna karena pencoklatan enzimatis dapat menyebabkan perubahan flavor dan warna.

KEHILANGAN VITAMIN C

Penyebab hilangnya kandungan Vitamin C pada suatu bahan bisa disebabkan oleh faktor genetik / varietas, kondisi tanah ( unsur hara, mineral ), iklim, air, intensitas cahaya. Kelima unsur tersebut mempengaruhi tingkat kematangan karena unsur-unsur tersebut merupakan bahan utama metabolisme perkembangan tanaman yang masih hidup. Sedangkan, penanganan pasca panen, proses pengolahan, proses kimia, reaksi enzimatis dan derajad kematangan juga berpengaruh karena perlakuan-perlakuan buah setelah panen berakibat pada siklus respirasi tanaman yang masih berlangsung.

SUMBER VITAMIN C
Sumber vitamin C umumnya berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Buah yang masih mentah lebih banyak mengandung vitamin C-nya ; semakin tua maka semakin berkurang kandungan vitamin C-nya. Buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang cukup tinggi. Sedangkan bayam, brokoli, cabe hijau, dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang baik meskipun sudah melalui proses pemasakan. Sebaliknya beberapa produk hewani seperti telur, daging, susu, ikan, sedikit sekali kandungan vitamin C-nya. ( Winarno, 2002). Kadar optimum vitamin C pada tiap jenis sayur dan buah berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh kondisi dan varietas buah dan sayur tersebut.

METODE ANALISA VITAMIN C

Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa kadar vitamin C dalam bahan pangan antara lain :
1.    Metode oksidasi reduksi
a. Dengan cara titrasi menggunakan larutan 2,6-Dichloroindophenol  . Metode ini diperkenalkan oleh Tillmanss pada tahun 1930.  larutan 2.6 D akan direduksi oleh L-asam askorbat sehingga warna larutan semula akan berubah membentuk dye. Dye akan berubah warna menjadi pink ( jika kondisinya asam ) dan berwarna biru jika kondisinya basa, terbentuknya warna menandai berakhirnya titrasi. Penentuan vit C dengan menggunakan 2,6 D mempunyai kelemahan, metode ini hanya bisa mendeteksi adanya L- asam askorbat, namun tidak bisa mendeteksi adanya asam L-dehidroaskorbat yangmana masih memilki 80% kemampuan asam askorbat. Selain itu metode ini juga tidak dapat digunakan untuk analisis vitamin C pada daging yang dicuring, karena kandungan isoascorbicacid. (Ronald R, 2007) Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah sebagai berikut :

Prinsipnya :
Asam askorbat + 2,6 D  -------->  2,6 D tereduksi
                                                     (tidak berwarna)
Kelebihan 2,6 D + HPO3 3%   -------> membentuk komplek merah muda

Larutan 2,6 D dalam suasana asam berwarna merah muda dan dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru. Pada percobaan ini menggunakan HPO3 3% yang berfungsi untuk mengencerkan sampel dan juga berfungsi sebagai indikator titik akhir titrasi sebab jika semua asam askorbat telah mereduksi larutan 2,6 D, maka kelebihan larutan 2,6 D akan bereaksi dengan HPO3 3% ini sehingga membentuk kompleks yang berwarna merah muda. Munculnya warna merah muda ini menjadi tanda titik akhir titrasi. Selain itu HPO3 3% berfungsi untuk memberikan suasana asam agar reaksi antara asam askorbat dengan larutan 2,6 D berlangsung optimal sebab reaksi tersebut optimal pada pH larutan 1,5-3,5.
Larutan 2,6 D merupakan dye yang akan berwarna semburat merah muda jika teroksidasi dan tidak berwarna jika tereduksi. Dalam penentuan kadar vitamin C ini larutan 2,6 D berfungsi untuk mengoksidasi asam askorbat. Jika semua asam askorbat telah teroksidasi maka kelebihan larutan 2,6 D akan bereaksi dengan HPO3  3% sehingga terbentuk semburat warna merah muda yang menunjukkan titik akhir titrasi. Banyaknya larutan 2,6 D yang digunakan untuk mengoksidasi asam askorbat digunakan untuk menentukan kadar vitamin C pada sampel.

b. Reduksi menggunakan logam
prinsipnya : L-asam askorbat akan mereduksi Fe(III) menjadi (Fe II ) akan membentuk warna biru terlarut. Setelah ditambah Hexsacyanoferrat akan terbentuk warna Prussian Blue, setelah itu intensitas warna ditera menggunakan spektrofotometer. Reaksinya adalah sebagai berikut :
1. oksidasi  Fe(II)
Fe2+ + [Fe(CN)6]3- ---> Fe3+ + [Fe(CN)6]4-
2. pembentukan kompleks hexacyanoferrate(II) ferric
4Fe3+ + 3[Fe(CN)6]4- ---->Fe4[Fe(CN)6]3 Prussian Blue

2.    Metode Derivat
2.4 Dinitrophenylhydrazine (DNPH) bereaksi dengan gugus keton dari asam dehidroaskorbat dalam kondisi asam akan membentuk derivat merah osazone. Kemudian ditera absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang sekitar 500-550 nm.
Metode ini sangat berguna untuk menganalisa kadar vitamin C pada bahan yang kandungan gulanya sedikit. Namun tidak tepat bila digunakan pada bahan pangan yang kandungan gulanya banyak.

3.    Metode enzimatis
Ascorbate Oxidase
L-Ascorbic acid + ½ O2 ----> l-Dehydroascorbic acid + H2O
Ascorbate Peroxidase
L-Ascorbic acid + H2O2------> l-Dehydroascorbic acid + 2H2O
Menggunakan Askorbat oksidase apabila kita akan mengetahui aktifitas L-asam askorbat dengan cepat pada serum atau plasma. Sedangkan menggunakan askorbat peroksidase untuk menganalisa total vitamin C pada bahan pangan. Kekurangan metode enzimatis ini adalah biayanya yang cukup mahal.

4.    Metode titrasi iodin
Dari semua metode diatas metode yang paling sederhana dilakukan adalah dengan menggunakan titrasi iodin. Vitamin C kan bereaksi dengan iodin, untuk mengetahui akhir titrasi digunakan amilum, titrasi berakhir jika sudah terbentuk warna biru. Perhitungan kadar vitamin C  dengan standarisasi larutan iodin yaitu tiap 1 ml 0,01 N iodin ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat

3 comments:

Anonymous said...

boleh minta dakpusny bwt referensi???

diary yuphy said...

deMann, John M. 1989. Principles of Food Chemistry. Wadsworth,Inc : Canada
Lehninger, A.L.1995. Principles of Biochemistry. Worth Publishers, Inc. New York
Sudarmadji, S.,dkk. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta. Suhardi. 1988. Biokimia
Pangan. PAU Pangan & Gizi UGM. Yogyakarta
Winarno, FG., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

GH Submit said...

Apakah vitamin c bisa di rubah dalambentuk gas? bagimanacaranya